Corat-coret: Setelah nonton Sore: Istri dari Masa Depan

Kalau ada yang tanya apa bedanya sama webseries? Saya bisa langsung jawab, ini beda banget, banget. Film ini hadir nggak sekedar romantis dan manis, lebih dari itu film ini magis.

Sejak awal film ini diputar, Forget Jakarta hadir sebagai musik latar yang berhasil membuat saya menahan nafas, indah, dan anehnya muncul juga perasaan sepi yang perlahan merayapi hati saya. Ada perasaan takut, seperti sedang berjalan diatas danau yang membeku. Sebagai seseorang yang pernah tinggal dan sampai sekarang masih berada jauh dari rumah, saya paham apa yang Jonathan rasakan, ada kerinduan disana. Kerinduan untuk pulang, tapi ia tidak bisa pulang karena ada hal yang belum terselesaikan. Entah pulang dari keterasingannya di Kroasia atau bahkan pulang ke dirinya sendiri. Dia hanya mencoba berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Film ini bukan tentang mengampanyekan pola hidup sehat dengan menjauhi nikotin dan alkohol, lebih jauh dari itu ada hal yang jauh lebih membahayakan bagi manusia—ia mengendap dalam pikiran manusia. 

Film ini berbicara lebih banyak soal penerimaan. Kalau ternyata mengetahui semua hal tentang pasangan kita belum sama levelnya dengan kita paham apa yang terjadi sama pasangan kita. Dari sana kita bisa simpulkan  kalau ternyata pernikahan itu mengungkap masa kecil yang belum selesai dan sebagai pasangan sudah sepatutnya bagi kita untuk memahami dan menerimanya. Atau mungkin jika kamu belum menikah, dalam timeline hidupmu yang lain, suatu saat kamu akan menemukannya─hal yang akan mengungkapkan masa kecilmu─entah di tempat kerjamu, lingkup pertemananmu, akan ada sekelompok orang, bahkan seseorang yang akan hadir menjadi ruang bagimu untuk mengungkap rasa sakit, kehilangan, kekecewaan, semua hal yang kamu rasakan, sebuah ruang yang tanpa sadar akan menjadi tempat aman bagi dirimu untuk mengungkapkan semua itu. Hal ini akan menjadi lebih rumit lagi jika terjadi dalam hubungan pernikahan, sebab pernikahan yang sehat harusnya tidak ada penghakiman di dalamnya, semuanya akan berbicara tentang penerimaan, karena "Kalau aku harus ngulang seribu kali pun, kayaknya aku bakal tetep milih kamu, deh." Sore bilang begitu.

Saat layar selesai menyelesaikan adegan terakhir, saya cuma bisa terdiam mencerna apa yang saya rasakan, perasaan saya diacak-acak, sesak, seperti bisa ikut apa yang Sore rasa, capek tentu, frustasi apalagi. Sebab bagi saya Sore adalah penggambaran nyata wanita yang diceritakan dalam legenda Sansakerta bahwa Dewa pernah mengambil dari matahari sinarnya, dari bintang kecemerlangannya, dari gunung ketegarannya, dari laut alirannya, dari api kehangatannya, dan dari salju kedinginannya, demikian ketika semuanya dicampur dalam satu kesatuan, dari sanalah Dewa menciptakan perempuan. Sore memiliki semua karakteristik tersebut, haha. Saya sendiri bertanya-tanya, Memangnya ada manusia yang mencinta sebegitu hebatnya seperti Sore? Atau apakah saya bisa mencintai pasangan saya sebegitunya, seperti Sore mencintai Jonathan?

Secara keseluruhan, film ini layak banget untuk ditonton dan berhasil masuk ke dalam daftar film-film favorit saya. Kalo ada yang bilang Yandy Laurens adalah aset tak benda milik negara, saya setuju banget. Gokil!

Komentar

Postingan Populer