Abah, Mama dan Impian Mereka
Setiap orang tua pasti ingin agar kelak anaknya menjadi seseorang yang hebat, entah dalam hal akademik maupun non akademik, mereka juga pasti ingin anaknya menjadi orang baik dan memiliki kehidupan yang lebih baik dari kehidupan yang pernah mereka jalani. Tanpa kita sadari doa-doa dari orang tua kita sudah terbesit jauh sebelum keberadaan kita. Ini tentang Mama dan Abah yang sudah mendoakan kebaikanku bahkan ketika mimpi-mimpi mereka belum tercapai seutuhnya.
Aku selalu percaya semua hal baik yang menghampiri kehidupanku itu adalah bukti kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Kemudian ketika aku beranjak dewasa dan menghabiskan lebih banyak waktu mengobrol dan berdialog dengan Mama dan Abah. Aku semakin tersadar bahwa doa mereka juga ikut andil untuk menggerakan langit agar merestui semua pencapaianku hingga detik ini.
Mama selalu bilang bahwa hidup itu tentang sebab akibat, siapa yang berbuat baik maka ia akan menerima hal baik: "Kalau kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri…" Meski tentunya kebaikan itu sendiri, tidak akan selalu berimbas kepada sang pelaku, bisa saja imbas dari kebaikannya akan kembali kepada anak, cucunya, cucu dari cucunya dan seterusnya.
Abah juga selalu berkata agar jangan pernah sekali-kalipun aku merasa bosan untuk berbuat baik dan berperasangka baik kepada Allah, juga kepada semua hal yang terjadi dalam hidup kita. Karena, sebagai manusia bukankah kita tidak pernah tahu rahasia apa yang akan terjadi kedepannya? Tugas kita hanya menjalani hidup dengan sebaik-baiknya kehidupan.
Berbicara tentang impian Abah, masa mudanya ia habiskan untuk menimba ilmu dari satu pondok ke pondok lain. Melakukan semua pekerjaan halal lagi baik, menghasilkan uang untuk membeli kitab, membiayai diri sendiri hingga berhasil menempuh pendidikan sarjana yang bahkan saat itu terasa sangat tidak masuk akal untuk bisa diselesaikan. Abah pernah bilang bahwa dalam hatinya selalu terbesit harapan agar kelak anak keturunannya tidak perlu susah payah bekerja mencari uang untuk belajar dan membeli buku seperti dirinya. Abahku adalah sosok pekerja keras, lain kali akan kuceritakan di bagian berbeda tentang betapa hebatnya Abah.
Selalu ada sosok wanita hebat dibalik kesuksesan
seorang laki-laki, bukan? Meskipun Mama tidak menempuh pendidikan sarjana
seperti Abah. Namun, berkat kesabaran dan ketulusannya, Abah bisa melewati
masa skripsinya dengan lancar, menemani Abah, menguatkannya, menjadi sandaran
bagi Abah, menjadi rumah yang nyaman bagi kami berdua. Ingatanku sayup-sayup
tentang hal ini, yang kuingat beberapa kali Abah pergi ke tempat percetakan,
berlembar-lembar kertas revisi menumpuk disudut ruangan, di sela-sela
pekerjaannya, Abah pergi bolak-balik ke Bandung mengejar dosen pembimbing dan
Mama tetap tegar laiknya karang, selalu tersenyum sembari menemaniku bermain menyanyikan
lagu bintang kecil, sesekali saat luang Abah akan mengajakku berkeliling duduk
di boncengan dengan kaki diikat di bawah
sadel sepeda hitam kesayangannya, pulangnya kami akan makan masakan Mama dengan
sambal terasi kesukaan Abah, yang sekarang jadi favoritku juga. Ah, rindu…
Beberapa bulan yang lalu, saat menghabiskan waktu liburan di Indonesia, kami membicarakan banyak hal, mengenang masa kecilku, termasuk bercerita tentang masa muda Mama, ia bilang masa mudanya dihabiskan untuk menjadi tenaga kerja di Singapura, mencari nafkah untuk keluarga di kampung. Ketika Mama hendak berangkat dari Indonesia ke Singapura, saat desing mesin pesawat mulai bekerja dan lampu sabuk pengaman menyala, dari ketinggian beribu-ribu kilometer diatas sana Mama pernah berdoa: "Ya Allah, semoga kelak anakku bisa naik pesawat pergi ke luar negeri, bukan untuk bekerja di negeri orang sepertiku, melainkan untuk menuntut ilmu disana."
Malam itu, Mama mengusap tanganku pelan, matanya berkaca-kaca, "Alhamdulillah ya, Kakak sekarang ke Mesir bukan buat kerja, yang semangat ya, cah ayu." Aku yang mendengarnya hanya tersenyum terhanyut dalam haru namun dalam waktu yang bersamaan ikut malu dengan semua kemalasan yang kulakukan selama tiga tahun terakhir disini, malu juga pada Allah sebab terkadang sebagai manusia aku sering lupa bahwa Allah begitu dekat dengan hambanya lagi mendengar setiap doa-doa yang kita ucapkan; “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu…"
Karena nyatanya bertahun-tahun kemudian doa
Mama dan Abah benar-benar diperkenankan.
Berdialog dengan Mama dan Abah selalu berhasil
membuatku menyadari banyak hal. Mereka selalu punya jawaban yang menenangkan
hati. Mereka juga tidak pernah menasehati dengan cara membosankan. kehidupan
yang mereka jalani sendiri itulah yang menjadi nasehat bagiku. Senyuman mereka
meringankan banyak hal. Meski tentunya, sesekali marah, berbicara dengan nada
tinggi dan itu sudah barang tentu karena salahku. Mereka selalu jadi pulang yang
menenangkan, yang tidak pernah memandang mengapa, sosok yang apa adanya, yang
selalu berhasil mengalirkan kekuatan meski hanya dengan usapan di pundak dan
ucapan sabar yang berkali-kali mereka tekankan.
Doaku agar mereka selalu bahagia dan dilingkupi keberkahan dalam setiap langkahnya, sungguh hanya surga yang bisa membalas kebaikan keduanya. Terimakasih telah menjadi orang tua terhebat sepanjang masa, untuk semua pelajaran dan nilai-nilai kehidupan yang ditanamkan sedari aku kecil, untuk semuanya, terimakasih...
Kairo, 22 Desember 2022
—hari ini katanya hari ibu tapi, setiap hari, jam, detik dan hidupku adalah hari Mama dan Abah selalu.
Komentar
Posting Komentar