Metode Pendidikan Montessori: Education must begin at birth.

Aku menulis ini setelah mendengarkan kajian filsafat Dr. Fahruddin Faiz yang rutin di lakukan setiap hari rabu. Bulan kemarin tema Filosofi Pendidikan Anak yang dipaparkan cukup menarik minatku untuk mendengarkan bahkan sampai mencatat setiap poinnya, karena biasanya aku tidak cukup rajin sampai untuk mencatatnya, hehe. Selain memaparkan metode dari Maria Montessori beliau juga membawa perspektif pendidikan anak dari kacamata lain seperti dari Rabindranath Tagore, Abdullah Nasih 'Ulwan, dan yang terakhir dari bapak pendidikan nasional negeri kita, yaitu Ki Hajar Dewantara. Besok-besok aku akan sampaikan pandangan mereka tentang pendidikan anak, kali ini aku mencukupkan hanya dengan membahas filosofi pendidikan anak menurut Maria Montessori.

Tentunya kita pernah mendengar istilah Tabularasa, bahwa setiap anak yang lahir ke dunia diibaratkan seperti kertas putih yang kosong dan orang dewasalah yang memberikan warna pendidikannya. Montessori sendiri mengasumsikan bahwa setiap anak lahir penuh dengan potensi dan semua potensi yang ia miliki tidak bisa aktual jika tidak melalui pendidikan yang tepat, dari sini kita bisa mengetahui bahwa orang dewasa memiliki tugas untuk mengobservasi kecenderungan psikologi setiap anak yang tentunya setiap anak memiliki kecenderungan masing-masing, tidak bisa kita sama ratakan antara satu anak dengan lainnya. Dari observasi tersebut kita akan melihat bahwa setiap anak belajar melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya, maka orang dewasa berkewajiban untuk menyiapkan lingkungan belajar tersebut, yaitu lingkungan dengan suasana pembelajaran yang dapat mendorong seorang anak untuk dapat mengeksplorasi, berinteraksi, dan belajar sehingga anak bisa menemukan kebenaran, pengetahuan, dan ketertarikannya sendiri.

Maria Montessori beranggapan bahwa orang dewasa harus membela anak-anak. Kita orang dewasa harus melihat kemanusiaan yang sebenarnya pada anak-anak, kemanusiaan yang akan terjadi suatu hari nanti, jika kita ingin melakukan kemajuan sosial. Kemajuan sosial sendiri berarti bahwa generasi berikutnya lebih baik dari generasi sebelumnya. Sederhananya, sebagai orang dewasa kita harus menaruh hormat yang mendalam terhadap keunikan setiap anak, memberi mereka kebebasan untuk memilih, bergerak, memperbaiki kesalahan dan bekerja dengan gaya mereka, juga dengan kecepatan mereka sendiri.

Pada enam tahun pertama kehidupan seorang anak, mereka akan dengan cepat mengembangkan pemahaman tentang budaya dan dunia mereka, mereka juga akan membangun dasar kecerdasan dan kepribadian mereka sendiri. Selanjutnya anak akan memiliki periode kesempatan emas untuk belajar, Montessori menyebutnya sebagai enam fase sensitive periods, diantaranya adalah: Sensitif terhadap keteraturan, sensitif bergerak, sensitif terhadap benda-benda kecil, sensitif terhadap bahasa, sensitif bersosialisasi, sensitif eksplorasi sensorial. Pada enam fase tersebut orang dewasa memiliki peran untuk mendukung dan membantu tumbuh kembang anak, dengan begitu kita bisa fokus untuk memelihara potensi anak dengan memberikan pengalaman belajar yang mendukung perkembangan keseluruhan potensinya baik intelektual, fisik, emosional, spiritual, dan sosial mereka. Selain bahasa dan matematika, kehidupan praktis, indrawi dan budaya juga perlu diperhatikan, karena semuanya saling terkait dan dipandang sama pentingnya.

Secara garis besar metode Montessori sebenarnya menekankan pembelajaran yang berpusat pada anak, yaitu mengutamakan perkembangan minat alami anak dengan membiarkan anak mengeksplorasi dunia mereka sendiri, selanjutnya kita hanya perlu menyiapkan lingkungan untuk belajar yang sesuai tujuan dan kebutuhan anak, sehingga membantu anak-anak dalam mengembangkan proses berpikir logis. Anak bisa bebas memilih minat dan maju dengan langkah mereka sendiri. Saya akan mencukupkan tulisan tentang metode Montessori sampai disini, karena pembahasan Maria Montessori masih terlalu panjang untuk dituliskan semuanya. 

Sebagai penutup, saya ingin mengatakan bahwa bagi saya semenarik atau sehebat apapun metode pendidikan anak yang pernah ada, tidak ada yang pernah mengalahkan metode pendidikan yang Ibu saya anut. Sudah barang tentu, Ibu saya tidak mengenal Maria Montessori, Rabindranath Tagore, dan Abdullah Nasih 'Ulwan, namun semua yang Ibu saya ajarkan membuat saya berdiri tegak di masa sekarang dengan begitu percaya diri. Karena saya percaya bahwa setiap ibu memilik metodenya sendiri-sendiri, metode terbaik untuk buah hatinya. Karena, menjadi ibu berarti secara otomatis akan menjelma menjadi seorang dokter, guru, bendahara, ahli masak, psikolog, konsultan keuangan, dan banyak hal lainnya. Menjadi ibu juga berarti menjadi teladan yang baik bagi anak, menjadi pendidik yang paling paham perihal keadaan anak, pembentuk kepribadian yang juga mengajarkan mengaji, menanamkan nilai-nilai aqidah, ibadah, dan akhlak. Kasih sayang, pemahaman, serta ajaran yang ibu ajarkan melampaui teori metode pendidikan anak manapun. Tapi, tentu tidak ada salahnya bagi kita (calon orang tua) untuk mempelajari dan mempersiapkan segalanya dari sekarang. Setidaknya dengan mempelajarinya kita bisa menambah sudut pandang baru, sehingga kita bisa menentukan mana yang cocok dan mana yang tidak. Lalu kita bisa menyimpan hal-hal baik untuk kita tiru kelak dan menjadi cukup tahu dengan hal-hal yang tidak cocok untuk kita tiru nantinya.



Sumber: Xuanlocxuan via Instagram 

Teruntuk anak-anak diseluruh dunia, terimakasih sudah menjadi makhluk paling apa adanya. Salam hangat, dari seseorang yang kelak nanti akan menjadi seorang ibu.


Komentar

Postingan Populer